Senin, 31 Januari 2011

Suku Dayak Bidayuh

   Suku Dayak Bidayuh adalah salah satu dari tujuh suku besar Dayak di Kalimantan (Murut, Banuaka, Nganju, Iban, Kayan, Ma'anyan, Bidayuh),yang sebagian besar populasinya mencakup wilayah kabupaten Sanggau, Ketapang, dan sebagiannya menyebar di wilayah Sekadau dan Bengkayang. Suku Dayak Bidayuh juga banyak terdapat di daerah Noyan,Kembayan, Sanggau(Kabupaten Sanggau). Di desa Tanjung Merpati, Ngalok, Mobui,Sejuah, Sungai Bun,Tanap, dan desa-desa sekitarnya adalah basis dari bidayuh ini. Ada beberapa ahli yang sempat meneliti asal-mula bidayuh ini. Tapi, tak satupun yang otentik dan menyangkut seluruh sendi kehidiupan masyarakat bidayuh. Menurut Prof. Richard McGinn suku dayak Bidayuh memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan suku dayak Bukar-Sadong. Kedua suku dayak ini memiliki hubungan kekerabatan pula dengan saudaranya suku Rejang di Sumatera. Itulah sebabnya mengapa di Sarawak ada nama sungai Rejang, sedangkan di Sumatera ada nama suku Rejang. Nenek moyang mereka hidup di antara tiga sungai yakni sungai Rejang, sungai Bukar dan sungai Sadong. Mengapa dan bagaimana? saudara suku dayak Bidayuh dan Bukar Sadong, yakni suku Rejang ini ada di Sumatera, masih perlu diteliti lebih lanjut?.
 
Kebanyakan mata pencaharian penduduk adalah berladang berpindah, petani karet, buruh serabutan. Hanya sebagian kecil yang berprofesi sebagai pegawai pemerintah dan pedagang, apalagi pejabat pemerintah. Hanya pada dekade ini ada beberapa putra daerah yang menduduki jabatan-jabatan penting di pemerintahan.
Alasan utama mata pencaharian penduduk demikian adalah kurangnya akses ilmu pengetahuan dan teknologi serta minimnya sarana pendidikan disana. Bayangkan, anak-anak mesti berjalan sejauh puluhan kilometer dengan berjalan kaki untuk mencapai akses pendidikan. Tak mengherankan banyak orang tua yang lebih mementingkan pemenuhan kebutuhan ekonomi daripada pendidikan.

Ada satu hal yang menarik dari kehidupan masyarakat dayak bidayuh. Keadaan alam yang tidak mendukung usaha pertanian disikapi dengan membuka ladang pertanian, untuk kemudian dibakar. hal ini dilakukan untuk menggemburkan tanah. Keadaan alam yang demikian diimbangi dengan aneka tanaman hutan yang bisa dimanfaatkan sebagai makanan terutama buah-buahan. Masyarakat Bidayuh sangat jarang mengkonsumsi sayuran. Makanan sehari-hari adalah nasi dan lauk pauk yang diolah sendiri, dengan bumbu-bumbu khas dayak. Makanan mereka didominasi oleh rasa asin dan asam. Saat musim buah tiba, sebagian besar profesi berubah menjadi petani buah dadakan. Biasanya buah yang dipetik dari hutan dibawa kepasar untuk dijual. Mereka telah mengenal uang seperti halnya kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar